Respect We All Learn From Betel Leaf & Areca Nut in Sumba
Ketika kami datang ke Sumba, semua menyambut kami dengan senyuman hangat khas Sumba, senyuman yang menunjukkan bibir dan gigi merah menyala akibat mengunyah Sirih dan Kapur. Rupanya, ini merupakan hal yang cukup umum terjadi di Nusa Tenggara Timur.
Menurut kepercayaan yang mereka anut (Marapu), Sirih dan Pinang adalah hidung dan mata dari Tuhan mereka. Kombinasi keduanya menjadi kebutuhan utama dari segala hal, baik dari upacara-upacara adat yang besar maupun kecil hingga ke penganan yang dikonsumsi setelah makan.
Anak-anak mereka melanjutkan tradisi tersebut karena Sirih Pinang dianggap sebagai sumber dari kesehatan fisik mereka dan pada beberapa batas tertentu merupakan sebuah candu.
Di bawah ini terdapat beberapa manfaat kesehatan dari Sirih Pinang :
- Membantu menurunkan berat badan dengan cara menghilangkan lemak dan meningkatkan metabolisme tubuh
- Mempercepat proses penyembuhan luka
- Mencegah karsinogen, suatu zat yang dapat menyebabkan kanker. Mengunyah Sirih Pinang diketahui dapat mencegah kanker mulut
- Membantu mengobati penyakit diabetes
- Memulihkan sakit kepala
Sayangnya, terlalu berlebihan dalam mengunyah Sirih Pinang pun dapat menimbulkan efek samping yang tidak sehat, yakni infeksi gusi. Sangat penting untuk menjaga agar rongga mulut tetap bersih dari sisa-sisa daun Sirih atau kapur untuk mencegah gusi terkena infeksi.
Dari semua manfaat tersebut, tradisi mengunyah Sirih Pinang ini juga dianggap sebagai salah satu norma sosial di Sumba. Bahkan ada pepatah di Sumba yang mengatakan,
“Kuta angu lulu, winu angu helu” yang berarti semua manusia setara di hadapan Tuhan.
Ini tercermin dari tradisi Sumba yang selalu menyajikan Sirih Pinang kepada tamu mereka terlepas dari apapun latar belakang mereka.
Sama halnya seperti mengucapkan kata terima kasih ketika kalian menerima sesuatu, atau maaf ketika berbuat suatu kesalahan, menerima Sirih Pinang yang telah diberikan menunjukkan bahwa anda menghargai dan berlaku sopan kepada tuan rumah, meskipun anda mungkin tidak mau mengunyahnya. Sirih Pinang yang tidak dikunyah bisa dibawa pulang kemudian. Mereka akan sangat menghargai apabila kita menerima apa yang mereka hidangkan.
Di tanah yang masih menganut budaya yang sangat kental dengan kearifan lokalnya seperti Sumba, sudah sepatutnya kita meluangkan waktu sejenak untuk membuka mata dan melembutkan hati untuk mengamati dan mempelajari dari kerendahan hati masyarakat Sumba. Dari tindakan kecil semacam menerima apa yang sudah diberikan, kita diingatkan untuk selalu dengan rendah hati menyesuaikan serta menghargai tradisi-tradisi lokal, karena kami tahu bahwa di balik setiap tradisi terletak sebuah kebijaksanaan dan nilai yang telah diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Satu hal yang kerap tidak kita hargai.